Sabtu, 31 Desember 2016

From Mother To Daughter

Malam-malam nemu lagu ini. Aah...saya memang selalu sensitif kalau membahas topik ini : Mother's love.

I always hope that my mum never getting old. I want her to stay young, beautiful, and strong. When i was child my uncle teased me a lot about my mum will getting old one day, and it will be hard for her just for lifting the spoon. And i would end up crying a lot after that. It was just a joke back then. 

But one night, when she was sleeping beside me i looked her face closely and found out that she's getting old already. Even tough she still looks pretty but yeah,, it remind me that..my time to be together with her is limited and i still can do nothing for her. I wanna be a daughter that can make her the happiest person on earth but until now, what have i gave to her is only a problem. 

hope that God will give us chance to make our mother happy before they left us later. Aamiin 😔😔😔


From Mother To Daughter
(English Translation)
I thought I had just closed my eyes for a brief second
But I've already become old
I thought you would always be a little child
But you're already grown

I still don't know life very well
So I don't have much to say to you
But with this heart wishing you more happiness
I search inside my chest for words to tell you

"Go study" no, that's too mundane
"Always be kind" no, even I couldn't do that
"Love no, that's a hard thing to do
Find your own way in life

I thought I had lived life long enough
But I'm only 15 years old
I wanted to always be that lovely daughter of yours
But I'm already so unlovable

I still don't know life very well
So I have a lot of things I want to learn
But when you just keep repeating the same words to me
I shut the door to my heart more tightly

"Go study" I know how important that is too
"Always be kind" can't you see I'm trying?
"Love" I don't want to hurt myself further
Just let me find my own way in life

"Go study" no, that's too mundane
"Always be kind" no, even I couldn't do that
"Love no, that's a hard thing to do
Find your own way in life

Can you forgive me for not being a better mother?
Can you promise me that you'll be a better mother than me?

Credits:

Eng - WNR KGYONG (Youtube) (Reddit)







Rabu, 28 Desember 2016

Tentang Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)

This article is so true! I really need to repost this. And please kindly read it with an open minded heart :)

. . .

Ada tidak ya, orang yang tidak pernah kuliah di fakultas kedokteran, tidak pernah belajar ilmu kedokteran sama sekali, lalu tiba-tiba datang ke rumah sakit, ketemu sama dokter bedah yang telah kuliah ilmu kedokteran sekian tahun dan jadi dokter puluhan tahun, lalu dia mengkritik dan membully dokter itu, "Dok, bukan begitu cara menangani pasien. Dok, bukan itu obatnya. Dok, jangan sembarangan ngasih resep obat.."

Ada tidak ya? Saya rasa tidak ada kecuali orang itu terkena gangguan mental.

Nah lucunya, banyak orang Islam yang nyinyir dan rewel mengkritik fatwa MUI, termasuk terkait larangan muslim menggunakan atribut natal. Mereka muslim tapi pada gerah dengan fatwa ini. Mulai dari kalangan politisi hingga netizen kurang kerjaan spesialis bully dan caci maki di medsos.

Padahal..
Ilmu agama tidak paham.
Baca kitab hadist belum tamat.
Baca kitab fikih bab Thaharah saja belum kelar.
Jangankan tafsir Qur'an, terjemahan pun tidak. Cuma tau benang merah Qur'an #eh
Baca kitab gundul tidak bisa.
Bahasa arab tau nya cuma "ana antum akhi afwan wassalam"
Belajar agama cuma dari google.

Lalu tiba-tiba mengkritik fatwa ulama? Hallo...anda sehat?

Jika ditegur, ia menjawab, "Memangnya ulama tidak boleh dikritik?"
Boleh. Tapi anda siapa?
Ambil cermin, coba ngaca. Biar tau diri.

Lihat! Ini sangat rasional. Anda tidak mungkin berani mengkritik seorang dokter terkait ilmu kedokteran jika anda bukan ahli ilmu kedokteran. Tapi kenapa anda sewot mengkritik ulama padahal anda bukan ahli agama?

Belajarlah agama yang benar. Ngaji. Datangi majelis ilmu. Baca kitab. Rasakan sulitnya menuntut ilmu. Menuntut ilmu agama wajib bagi setiap muslim. Jangan rewel sama ulama.

Bangsa ini rusak karena banyak orang yang suka rewel dan sok ikut campur dalam bidang yang ia bukan ahlinya. Dan mencampuri wewenang ulama (dalam masalah fatwa) bisa berakibat fatal. Melawan ulama adalah musibah besar.

MUI menghimbau jangan pilih pemimpin kafir, ia sewot.
MUI keluarkan fatwa Ahok menistakan agama, ia sewot juga.

Selalu rewel dan sewot sama MUI melebihi emak-emak yang lagi ngerumpi.

Saya merasa ini semacam gangguan mental akut yang barangkali bisa diruqyah.

Saudaraku.
Ulama adalah pewaris kenabian. Mereka tidak berfatwa dengan hawa nafsu.
Mereka adalah orang yang takut pada Allah,

"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama" (QS Surat Fathir: 28)

Mereka berfatwa dengan ilmu. Dengan hujjah. Dengan dalil.

Mereka belajar agama puluhan tahun. Ada yang hingga ke timur tengah. Mereka ahlinya. Mereka sudah mengeluarkan fatwa diantaranya HARAM mengucapkan selamat natal dan HARAM menggunakan atribut natal.

Maka ikutilah mereka. Berdirilah bersama ulama di zaman fitnah ini agar kita selamat dunia akhirat.

Jangan berdiri bersama barisan orang-orang rewel yang tidak tau diri itu. Jangan berdiri bersama para "pelacur pemikiran" dari kalangan liberal sekuler yang menyesatkan umat dengan dalih "Toleransi".

Kalau kita mau tau konsep toleransi yang benar, tanya sama ulama. Baca Qur'an. Jangan tanya sama "Pelacur pemikiran" dari kaum liberalis yang suka mencela ulama dan pandai bermain kata. Karena Islam adalah agama yang penuh dengan toleransi dan ulama adalah yang paling tau tentang itu.

Jangan remehkan masalah agama. Banyak orang yang meremehkan masalah agama. Jika keluarganya sakit kanker, ia pasti cari dokter terbaik biar keluarganya sembuh. Tapi kenapa ia tidak mau cari uztad terbaik (yang benar-benar ulama, paham agama) untuk menyembuhkan ia dari penyakit kebodohan dalam hal agama? Kenapa mengambil ilmu agama dari uztad selebritis di tv yang "fatwakan" boleh pilih pemimpin non Islam? Kenapa ngambil ilmu agama dari kiay liberal? Kenapa bertanya tentang agama dan toleransi pada cendekiawan muslim liberal yang nyantri di negeri kafir yg bolehkan ikut natalan bersama? Kenapa ngambil ilmu dari postingan uztad gadungan di akun fb?

Ini aneh..

Bertanyalah kepada ahli Ilmu jika memang kamu tidak tahu (QS. An Nahl: 43)

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur (benar)!" (At-Taubah:119)

Wallahu'alam.

Rezki Fadillah
(Bukan Uztad. Bukan ahli agama)

Rabu, 07 Desember 2016

why Islam?

Pejalan Kaki dari Ciamis

Sebuah tulisan yang tulus dibuat Joni A. Koto, seorang alumnus ITB. Kisah ini, sudah diskenario oleh Alloh bagi seorang Joni A Koto, Arsitek Urban planner, alumni ITB '93.

Berikut tulisannya setelah saya edit seperlunya:

Saya anggap dunia adalah soal bagaimana hidup dan cari kehidupan. Bagaimana menikmati dan lebih baik dari manusia lain, bagaimana bisa punya status baik, dihargai dengan apa yang dipunya dan sedikit jalan-jalan menikmati dunia.

Saya anggap orang yang maju dalam agama itu adalah yang berfikiran luas dan penuh toleransi, saya anggap tak perlulah terlalu fanatik akan sesuatu, tak perlu reaktif akan sesuatu, keep calm, be cool. Janganlah sesekali dan ikut-ikutan jadi orang norak. Ikut kelompok jingkrang-jingkrang dan entah apalah itu namanya.

Saya tak ikut aksi bela agama ini itu, kalian jangan usil. Jangan dengan kalian ikut saya tidak, artinya kalian masuk syurga saya tidak! Saya ini beragama lho, saya ikut berpuasa, saya bersedekah dan beramal. Saya bantu orang-orang, bantu saudara2 saya juga,jangan kalian tanya-tanya soal peran saya ke lingkungan. Kalian lihat orang-orang respek pada saya, temanpun aku banyak. Tiap kotak sumbangan aku isi.

Saya masih heran, apa sih salah seorang Ahok? Dia sudah bantu banyak orang, dia memang rada kasar, tapi hatinya baik kok. Saya hargai apa yang sudah dia buat bagi Jakarta.Saya anggap aksi ini itu hanya soal politis karena kebetulan ada pilkada. Saya tak mau terbawa-bawa arus seperti teman-teman kantor yang tiba-tiba juga mau ikut aksi. Saya anggap itu berlebihan dan terlalu cari-cari sensasi. Paling juga mau selfie-selfie.

Sampai satu saat....
Sore itu 1 Desember 2016, dalam gerimis saat saya ada di jalan, dalam mobil menuju tempat miting, dalam alunan musik barat saya berpapasan dengan rombongan pejalan kaki. Saya melambat, mereka berjalan tertib, barisannya panjang sekali, pakai baju putih-putih, rompi hitam dan hanya beralas sendal. Muka mereka letih, tapi nyata kelihatan tidak ada paksaan sama sekali di wajah-wajah itu. Mereka tetap berjalan teratur, memberi jalan ke kendaraan yang mau melintas. Tidak ada yang teriak, berlaku arogan dan aneh-aneh atau bawa aura mirip rombongan pengantar jenazah yg ugal-ugalan. Ini aneh, biasanya kalau sudah bertemu orang ramai-ramai di jalan aromanya kita sudah paranoid, suasana panas dan penuh tanda tanya negatif.

Sore itu, di jalan aku merasa ada kedamaian yang kulihat dan kurasa melihat wajah-wajah dan baju putih mereka yang basah terkena gerimis.

Papasan berlalu, aku setel radio lain. Ada berita: rombongan peserta aksi jalan kaki dari Ciamis dan kota-kota lain sudah memasuki kota. Ada nama jalan yang mereka lalui.Aku sambungkan semua informasi, ternyata yang aku berpapasan tadi adalah rombongan itu!

Aku tertegun.
Lama aku diam. Otakku serasa terkunci. Analisaku soal bagaimana orang beragama sibuk sekali mencari alasan, tak kutemukan apa pun yang sesuai dengan pemikiranku. Apa yang membuat mereka rela melakukan itu semua? Apa kira-kira?

Aku makin sibuk berfikir. Apa menurutku mereka itu berlebihan? Rasanya tidak, aku melihat sendiri muka-muka ikhlas itu. Apa mereka ada tujuan-tujuan politik? Aku rasa tidak, kebanyakan orang sekarang memcapai tujuan bukan dengan cara2 itu.Apakah orang-orang dengan tujuan politik yang gerakkan mereka itu?

Aku hitung-hitung, dari informasi akan ada jutaan peserta aksi, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk itu kalau ini tujuan kelompok tertentu. Angkanya fantastis, rasanya mustahil ada yg mau ongkosi karena nilainya sangatah besar.

Aku dalam berfikir, dalam mobil, masih dalam gerimis kembali berpapasan dengan kelompok lain, berbaju putih juga, basah kuyup juga. Terlihat di pinggir-pinggir jalan anak-anak sekolah membagikan minuman air mineral ukuran gelas, sedikit kue warung ke mereka. Sepertinya itu dari uang jajan mereka yang tak seberapa.

Aku terdiam makin dalam. Ya Allah....kenapa aku begitu buruk berfikir selama ini? Kenapa hanya hal-hal jelek yang mau aku lihat tentang agamaku? Kenapa dengan cara pandangku soal agamaku?

Aku mampir ke masjid, mau sholat ashar. Aku lihat sendal-sandal jepit lusuh banyak sekali berbaris.

Aku ambil wudhu...
Kembali, di teras, kali ini aku bertemu rombongan tadi, mungkin yang tercecer, muka mereka lelah sekali. Mereka duduk,ada yang minum, ada yang rebahan, dan lebih banyak yang lagi baca Quran.Hmmm.............

Aku sholat sendiri. Tak lama punggungku dicolek dari belakang, tanda minta aku jadi imam. Aku cium aroma tubuh-tubuh dan baju basah dari belakang.

Aku takbir sujud, ada lagi yang mencolek. Nahh kali ini hatiku yang dicolek, entah kenapa hatiku bergetar sekali. Aku sujud cukup lama, mereka juga diam.Aku bangkit duduk, aku tak sadar ada air bening mengalir dari sudut mataku.

Ya Allah,... Aku tak pantas jadi imam mereka.Aku belum sehebat, setulus dan seteguh mereka. Bagiku agama hanya hal-hal manis. Tentang hidup indah, tentang toleransi, humanis, pluralis, penuh gaya, in style...bla bla bla.

Walau ada hinaan ke agamaku aku harus tetap elegan, berfikiran terbuka.Kenapa Kau pertemukan mereka dan aku hari ini ya Allah? Kenapa aku Kau jadikan aku imam sholat mereka? Apa yang hendak Kau sampaikan secara pribadi ke aku?

Hanya 3 rakaat aku imami mereka, hatiku luluh ya Allah. Mataku merah menahan haru.

Mereka colek lagi punggungku, ada anak kecil usia belasan cium tanganku, mukanya kuyu, tapi tetap senyum. Agak malu-malu aku peluk dia. Dadaku bergetar tercium bau keringatnya, dan itu tak bau sama sekali.Ini bisa jadi dia anakku juga. Apa yang telah kuajarkan anakku soal islam? Apakah dia levelnya sekelas anak kecil ini? Gerimis saja aku suruh anakku berteduh, dia demam sedikit aku panik. Aku nangis dalam hati, di baju putihnya ada tulisan nama sekolah:... SMP Ciamis... Kota kecil yang ratusan kilo dari sini. Nampak kakinya bengkak karena berjalan sejak dari rumah.

Lalu anak itu bercerita bapaknya tak bisa ikut karena sakit dan hanya hidup dari membecak. Bapaknya mau bawa becak ke Jakarta bantu nanti kalau ada yang capek, tapi dia larang.

Ya Alloh, aku dipermalukan berulang oleh mereka di masjid ini. Aku sudah tak kuat ya Allah.

Mereka bangkit, ambil tas-tas dan kresek putih dari sudut masjid, kembali berjalan, meninggalkan aku sendirian di masjid. Rasa-rasanya melihat punggung-punggung putih itu hilang dari pagar masjid aku seperti sudah ditinggal mereka yang menuju syurga.

Dan kali ini aku yang norak. Aku sujud, lalu aku sholat sunat dua rakaat. Air mataku keluar lagi. Kali ini cukup banyak, untung lagi sendirian.

Sudah jam 5an, lama aku di masjid, serasa terkunci tubuhku di sini. Miting dengan klien sepertinya batal. Aku mikir lagi soal ke-Islamanku, soal komitmenku ke Allah. Allah yang telah ciptakan aku, yang memberi ibu bapakku rejeki, sampai aku dewasa dan bangga seperti hari ini. Di mana posisi pembelaanku ke agamaku hari ini? Ada di mana? Imanku sudah aku buat nyasar di mana?

Aku naik ke mobil, aku mikir lagi. Kali ini tanpa rasa curiga, kurasa ada sumbat besar yang telah lepas dalam benakku selama ini.Ada satu kata sederhana sekali tanpa bumbu-bumbu: ikhlas dalam bela agama itu memang nyata ada!

Aku mampir di minimarket, kali ini juga makin ikhlas, makin mantap. Aku beli beberapa dus air mineral, makanan kering, isi dompet aku habiskan penuh emosional! Ini kebanggaanku yang pertama dalam hidup saat beramal, aku bahagia sekali!

Ya Allah ijinkan aku kembali ke jalan-Mu yang lurus, yang lapang, penuh kepasrahan dan kebersihan hati....

Ya Allah ijinkan aku besok ikut Shalat jumat dan berdoa bersama saudara-saudaraku yang sebenarnya. Orang-orang yang sangat ikhlas membela-Mu. Di sana tak ada jarak mereka dengan-Mu ya Allah.Aku juga mau begitu, ada di antara mereka, anak kecil yang basah kuyup hari ini. Tak ada penghargaan dari manusia yang kuharap. Hanya ingin Kau terima sujudku. Mohon Kau terima dengan sangat.

Selasa, 06 Desember 2016

Dimana dirimu saat Kitab Sucimu dinista?

"Dimana posisimu saat agamamu dinista?"





Hanya untuk menjawab satu pertanyaan itu saja banyak dalih dan alasan dikeluarkan.


"Ini bukan masalah simpel. Banyak faktor yang melatar belakangi tragedi ini"


"Ada banyak pihak yang memanfaatkan situasi. Ini hanyalah politisasi"


Tidak. Tidak usah terlalu melebar kemana-mana. Masa bodoh dengan politisasi situasi, atau   argumen-argumen yang saling melengkapi. Cukup sederhana,  tanyalah dalam hati apa yang kau rasa saat kitab sucimu dicaci?


Toleransi? apakah melindungi yang menghina disebut bertoleransi?

Apakah menuntut si penista disebut antipati?
Bukankah toleransi berarti saling menghargai?
Bukankah toleransi itu saling menghormati?
Lalu kenapa yang tidak toleran yang harus dimengerti sementara yang terluka harus kembali "bertoleransi"?

Perdamaian dan kerukunan adalah suatu kondisi yang tercipta dengan "usaha" dan "penjagaan". Ia tak hadir serta merta. percikan kecil permusuhan yang dibiarkan akan berubah jadi bara pertikaian yang besar.

Maka salahkah jika kami ingin percikan kecil itu segera dipadamkan? Sebelum melebar dan terjadi kebakaran? 
Lalu mengapa kami malah disebut pembuat keributan?

Bukankah api itu bukan kami yang nyalakan?

Bukankah menyedihkan saat yang terluka juga difitnah? Apalagi saat yang memfitnah mengaku saudara?

Aah...biarlah. 
toh kami juga tak butuh puji puja.
Toh masih banyak yang berjuang bersama kita. 
Toh yang kita butuhkan hanya bukti kontribusi untuk suatu hari nanti saat kita ditanyai

"dimana kau saat kitab sucimu dicaci?

Semoga dengan hati lapang kami dapat menjawabnya : kami ada dibarisan mereka ya Rabbi, yang berjuang membela kitab suci.