Minggu, 25 Januari 2015

'Mush'ab yang baik', the real handsome guy

Duta Pertama Islam: Mush’ab bin Umair

Di antara sahabat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang memiliki semangat dan kepiawaian dalam menjalankan tugas da’wah ialah Mush’ab bin Umair. Ia terhitung salah seorang as-Sabiqun al-Awwaluun (pionir pemeluk Islam). Sahabat yang satu ini sudah memperlihatkan kehanifan dan kecintaannya kepada iman sejak awal kali ia mendengar soal Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam yang mengaku sebagai Nabi terakhir utusan Allah.  Coba perhatikan bagaimana Khalid Muhammad Khalid menggambarkan soal keislamannya di dalam buku Karakteristik Perihidup Enampuluh Shahabat Rasulullah:

Baru saja Mush’ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush’ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang tepat menemui sasaran pada kalbunya.

Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam. Pemuda yang telah Islam dan Iman itu nampak telah memiliki ilmu dan hikmah yang luas – berlipat ganda dari ukuran usianya – dan mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah jalan sejarah.

Memang, Mush’ab bin Umair bukan sembarang lelaki. Ketika di masa jahiliyyah, ia dikenal sebagai pemuda dambaan kaum wanita. Ia adalah seorang pemuda ganteng yang dikenal sangat perlente. Bila ia menghadiri sebuah perkumpulan ia segera menjadi magnet pemikat semua orang terutama kaum wanita. Gemerlap pakaiannya  dan keluwesannya bergaul sungguh mempesona. Wajahnya rupawan, kaya raya, otak yang cerdas, akhlak yang baik. Namun sesudah memeluk Islam, ia berubah samasekali. Beginilah gambaran penulis buku yang sama:

Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Demi memandang Mush’ab, mereka sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush’ab memakai jubah usang yang bertambal–tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka – pakaiannya sebelum masuk Islam – tak obahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia seraya bersabda :

Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Mush'ab adalah putra kesayangan ibunya, begitu pun ia, sangat besar baktinya pada sang ibu. Namun, keputusan Mush'ab untuk memeluk islam telah membuat sebuah perselisihan sengit diantara mereka.
"Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi" teriak sang ibu.

Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata : "Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".

Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut : "Demi bintang! sekali-kali aku takkan masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi". Bahkan ibunya mengancam, "Aku akan mogok makan sampai mati jika kamu tak mau kembali ke agama nenek moyang."

Bergetarkah Mush'ab?
Ternyata tidak. Karena menyangkut aqidah, iapun bersumpah, "Wahai ibu, walau ibu bernyawa seribu. Dan satu persatu nyawa ibu tercabut di hadapanku, aku tetap takkan murtad dari Islam."

Demikian Mush'ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar.

Demikianlah, Mush’ab menjadi seorang yang meninggalkan kebanggan palsu dunia dan menggantikannya dengan kemuliaan hakiki akhirat. Tidak mengherankan bila akhirnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menunjuknya untuk menjadi duta pertama Islam berda’wah di Madinah. Beginilah gambarannya:

Suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang – orang Anshar yang telah beriman dan baiat kepada Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam di bukti Aqabah. Disamping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasul sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”.  Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tempatan atau kota hijrah, pusat dari dai dan dakwah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan pembela al-Islam.

Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya berupa fikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.

Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiga-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush’ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush’ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Allah Yang Maha Esa yang belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan salah satu diantaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan. Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam fikiran suku Abdul Asyhal. Tetapi Tuhannya Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam – yang diserukan beribadah kepada-Nya – oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak seorangpun yang dapat melihat-Nya.

Demi dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk bersama Mush’ab, mereka pun merasa kecut dan takut. Tetapi “Mush’ab yang baik” tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.

Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush’ab dan Sa’ad bin Zararah, bentaknya: “Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!”

Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam, laksana terang dan damainya cahaya fajar, terpancarlah ketulusan hati ”Mush’ab yang baik”, dan bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya “Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!”

Sebenarnya Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh Mush’ab untuk berbicara dan meminta pertimbangan kepada hati nurani sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengarkan dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush’ab, dan jika tidak, maka Mush’ab berjanji akan meninggalkan kampung dan masyrakat mereka untuk mencari tempat dan masyarakat lain, dengan tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain.

“Sekarang saya insaf”, ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan. Demi Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Quran dan mengajarkan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam, maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya. Dan belum lagi Mush’ab selesai dari uraiannya. Usaidpun berseru kepadanya dan kepada sahabatnya, ”Alangkah indah dan benarnya ucapan itu! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk Agama ini?” Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush’ab, ”Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah”

Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil memeras air dari rambutnya, lalu ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.

Secepatnya berita itu pun tersiar. Keislaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa’ad bin Mu’adz. dan setelah mendengarkan uraian Mush’ab, Sa’ad merasa puas dan masuk Islam pula.

Langkah ini disusul pula oleh Sa’ad bin Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya bertanya sesama mereka, “Jika Usaid bin Hudlair, Saad bin ‘Ubadah dan Sa’ad bin Mu’adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu. Ayolah kita pergi kepada Mush’ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya!”

Dalam perang Uhud Mush’ab dipercaya Rasulullah sebagai pembawa bendera pasukan. Peperangan berlangsung sengit. Mulanya pasukan Muslim bisa menguasai keadaan namun ketika pasukan pemanah yang ditugasi untuk bertahan diatas bukit melanggar perintah dikarenakan tergiur oleh banyaknya ghonimah ( pampasan perang ) yang tertinggal di hadapan mereka, keadaan menjadi berubah terbalik. Tanpa diduga pasukan kafir yang dipimpin Khalid bin Walid yang waktu itu belum memeluk Islam menyerang-balik dari balik bukit sehingga pasukan Muslim kocar-kacir. Mush’ab sungguh terkejut. Ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah. Bila Rasulullah sampai terbunuh di perang tersebut bagaimana nasib kelanjutan ajaran Islam yang baru saja tumbuh itu ??

Lalu iapun segera meneriakkan “ Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul ” sambil mengacungkan bendera tinggi-tinggi dan bertakbir sembari menyerang musuh dengan gagah berani. Namun kemudian pihak musuh berhasil menebas tangannya hingga putus. Mush’ab segera memindahkan bendera ke tangan kirinya namun kali inipun ia tidak berhasil menghindar serangan lawan sehingga tangan kirinya juga ditebas pedang musuh. Mush’ab segera membungkuk kearah bendera lalu dengan kedua pangkal lengannya meraihnya ke dada sambil terus bertakbir. Namun kali ini lawan menyerangnya dengan menusukkan tombak ke dada Mush’ab. Mush’abpun gugur sebagai seorang syuhada yang gagah berani. Ironisnya, wajah Mush’ab yang memang mirip Rasulullah itu justru menjadi penyebab berita bahwa Rasulullah telah terbunuh! Hingga membuat pasukan Muslim semakin kacau dan panik.

Diakhir perang, Rasulullah beserta para sahabat meninjau medan perang dan mendapati jasad Mush’ab. Tak sehelaipun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah yang andai ditaruh di atas kepalanya terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya bila ditutup kakinya maka terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah bersabda : ” Tutupkanlah ke bagian kepalanya , kakinya tutuplah dengan rumput idzkir!”.

Itulah akhir perjuangan Mush’ab bin Umair dalam menegakkan agama yang dengan tidak gentar menghadapi musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang yang enggan mengakui bahwa “Tiada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah”( Laa ilaaha illaLLAH wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah).

“ Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.(QS. Ali Imran(3):32).

Saudaraku, sungguh kehidupan Mush’ab bin Umair sangat sesuai dengan kehidupan teladannya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam digambarkan di dalam Al-Qur’an sebagai seseorang yang berambisi ”menginginkan keimanan dan keselamatan” atas manusia. Sehingga kesibukan utamanya adalah senantiasa mengajak manusia untuk mendekat, beriman dan taat kepada Allah.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ

 حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” (QS At-Taubah ayat 128)

Sabtu, 17 Januari 2015

Sunday Morning Notes

"Dan sebahagian dari tanda-tanda ( kekuasaannya ) bahawa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkan tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. Fusshilat:39)

Hari ini tanaman kering di depan rumah tumbuh tunas baru. Mungkin karena kena guyuran hujan semalam. Waah.. Maha Besar Allah dengan segala kuasaNya, yang mampu menghidupkan setelah mematikan. Maka apakah kita masih menganggap kebangkitan manusia di padang Mahsyar kelak suatu kemustahilan? Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Yang Maha Menjadikan, yang menyempurnakan tiap ciptaan, yang menetapkan segala urusan di jagat raya yang luas ini, dan benarlah bahwa tak ada yang sebanding denganNya, yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna =)

Minggu, 04 Januari 2015

Karena Menjadi Cantik juga Ujian

Sebelum banyak protes berdatangan, saya pertegas dulu bahwa judul diatas bukan menunjukkan bahwa saya sedang curhat alias ngomongin diri sendiri. Ok?
Iyee...tau gw kagak cantik, gak usah dibahas makanya! (-___-#) Hhhh...!!
Hihihihi...*lol

Pasti pernah dong dalam hidup ini kita berandai-andai. Andai aku kaya pasti bisa hidup enak, andai aku pinter pasti gampang jadi orang sukses, andai aku cantik pasti banyak yang jatuh cinta sama aku, andai...andai...dan andai. Manusia sering berandai-andai, menginginkan hal lebih dari kondisinya. Dalam benak kita, kita percaya bahwa jika kondisi-kondisi yang kita andaikan itu terjadi, pastilah hidup kita akan lebih baik, lebih bahagia meskipun sebenarnya banyak pula ternyata yang kaya tak se-enak itu hidupnya, yang pinter tak semudah itu jadi suksesnya, yang cantik pun tak selalu dicinta.

*widiiih....jaman gini, siapa sih yang gak suka cewek cantik? Ya iya sih... Siapa juga yang gak suka yang cantik-cantik atau yang ganteng-ganteng??
Tuh kaan! Ujung-ujungnya tetep appearance is important.

Heh..okelah, untuk kasus yang terakhir ini saya punya sebuah cerita yang menginspirasi saya. Semoga juga teman-teman semua. Sso, begini ceritanya.....

Pertama kali bertemu dengannya, tak perlu waktu lama bagi saya untuk menyadari bahwa dia (bukan diah, i know it guys...hiks) akan menjadi gadis populer. Kulit putih dipadu dengan rambut hitam lurusnya yang indah nampak begitu mempesona dengan garis muka tegas nan imutnya. Membuatnya nampak seperti boneka.

Dia menyapa ramah saya yang masih termangu mengagumi paras ayunya. 'Duh, orang cantik kalau senyum manis gini bikin klepek-klepek', batin saya. Tak lama setelah itu akhirnya kami menjadi sahabat dekat. Saya nyaman bersamanya bukan hanya karena cantiknya, namun dia ternyata juga seorang yang baik hati, periang, daaaan pintar!! 'OMG...perfect banget nih anak ya', gumam saya lagi.

Iri? Hehe...jelas! Siapa sih yang gak mau sepinter dia? Siapa juga yang gak pingin jadi sosok yang wonderful but low profile kayak dia? Dan tentu...siapa sih yang gak pingin cantik kayak dia?manusiawi lah...manusiawi. Asal tidak menimbulkan dengki ya kan? Hehe.
Tanpa sadar dulu saya sering berandai-andai jadi dirinya. Sehingga saya sering merasa gak puas dengan diri sendiri *astagfirullah....udah enggak kok ya Allah...i love myself so much sekarang pokoknya,sampe narsis jadinya. #lah? Sama buruknya (-__-")

Jadi pernah dulu, saat masih alay, saya dan beberapa rekan partner in crime sempat ngefans dengan seorang kakak kelas. Kalau ketemu sama nih kakak kelas udah semacem ketemu artis ibu kota aja, histeris dalam diam, curi-curi pandang, pas doinya udah lewas kami hebring-hebring gak jelas (untung gak pake acara minta tanda tangan #tepokJidat).
Meanwhile si kakak kelas hanya berlalu begitu saja without noticing our existences. Ya begitulah..para hidden fans, terlalu jaim mengaku ngefans, meski sejujurnya ngefans  (alay kan? Emang. Kedewasaan kadang berawal dr sebuah ke-alay-an dimasa lalu yang tersalurkan dengan baik, ngeles...buat nutupin kenyataan) hehehe, lanjuut!

Lalu, suatu ketika saya menjumpai si cantik teman saya sedang mengobrol dengan si kakak kelas idola kami itu. Dan...mereka nampak cukup akrab. Hmmm....jealous? Nggak lah! Apaan banget. Saya kan bukan fans fanatic! Hanya...kepo jadinya dengan mereka.hehe ada apakah sesungguhnya diantara mereka? Emejing beud teman saya bisa akrab sama tuh mas-mas (biasa aja sih sebenernya). Usut punya usut hingga benangnya kusut, ternyata my pretty friend kenal sama si mas-mas itu lewat facebook karena si masnya nge-add duluan. Karena suatu urusan. Woow...pada saat itulah saya menyadari sodara-sodara perbedaan dunia kami, para cewek hidden fans dengan tipikal pretty girls macam teman saya. ahaha... Wajah cantik bisa membuat kita meloncati fase "hidden fans" langsung menuju "target searcher". Bukan ngefans diam-diam, tapi diam-diam banyak yang ngefans alias naksir.
Dan yang baru saya sadari juga, my pretty friend pun dikenal pula oleh popular guys yang lain.hm..hm...hm..

Girls, you guys must be envy, rights? Ngaku deh..kalau ada di posisi saya. Apalagi kalau kalian alaynya kayak saya. Hah! Jangan memungkiri...hehe.tapi tenang, saya gak sedang mengajak kalian untuk bersama meratapi nasib. Karena seperti yang saya sampaikan diawal, gak semua akan jadi lebih baik jika semua kemauan kita terwujud.

Ternyata benar guys, Allah menempatkan segala sesuatu sesuai dengan posisi dan kadar yang paling tepat. Bisa jadi kita diberi kemampuan otak yang 'pas-pasan' karena jika kita memiliki otak encer kita akan menjadi pemalas yang suka seenaknya atau bahkan jadi pribadi yang so to-the ngong alias songong. Mungkin dengan otak pas-pasan itu Allah ingin menumbuhkan jiwa yang kuat dan sikap pekerja keras dalam diri kita. Dengan terbiasa belajar lebih tekun dan lama dibandingkan teman-teman yang pintar, Allah ingin melatih mental dan tekat kita agar terbiasa menghadapi tantangan. Pun dengan kekayaan, mungkin jika saat itu kita tidak diberi harta yang berlimpah itu karena kita belum siap untuk menjadi pribadi yang bijak dalam menggunakannya, belum cukup dermawan untuk bisa memaknai tiap jerih payah hingga bisa menyadari betapa wajibnya membagi rizki yang dipunya dengan mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Sehingga harta itu diamanahkan pada mereka yang lebih bijak dan dermawan (meskipun gak semua, tapi tetep positif thinking ya?^^)

Begitu juga masalah kecantikan ini. Seandainya saya yang punya kecantikan dan kepintaran itu, akankah saya bisa bersikap se-humble dan se-low profile dia? Hmm..bisa jadi kecantikan itu malah lebih banyak mendatangkan keburukan daripada kebaikan bagi saya. Ya kan? Kalau saya malah jadi cewek sombong dan belagu, gimana dong? Hhh....astagfirullah...maafin baim,eh diah ya Allah..

Dan emang bener, Allah memberikan segala sesuatu sesuai takarannya. Back to the story ya. Suatu ketika, saat kami lagi curhat-curhatan, saya menyadari bahwa menjadi cantik juga suatu ujian. Ia bercerita, begitu banyak cowok yang mendekatinya, namun akhirnya sulit mencari yang memiliki niatan tulus dan lurus padanya. Kebanyakan dari mereka hanya memiliki ketertarikan karena wajah cantiknya. Disaat sudah percaya pada ucapan salah satu diantaranya, ternyata terkuak bahwa itu tipuan belaka. (Pengen nampar rasanya ama cowok2 model gini! Huhhh!!) Sakitnya tuh disini...didalam hatiku *malah nyanyi (-___-  ")
Belum lagi kebencian nyata yang ditunjukkan oleh para gadis yang merasa my pretty friend udah merebut dan menggoda pacar atau gebetannya. Hhhh...capedeh...macem sinetron indonesia aje daah... Eh, tapi ini beneran lho. Saya jadi kasian dengan teman saya. Yang kadang kena fitnah. Yang awalnya cuma karena saling menyapa dan bertukar senyum dengan seorang cowok, ceritanya bisa berkembang jadi main mata atau kegenitan dengan cowok itu. *ngelus dada.

Again, this question comes to me "kalau saya jadi dia, bisa gak saya sekuat dan sesabar itu menghadapi itu semua?"
Saya yang cuek dan menyukai kedamaian ini, jika diharuskan menghadapi situasi yang penuh kerumitan dan perasaan itu. Hhh....mungkin saya bakalan ngurung diri terus dikamar meratapi nasib. Hehe. Saya jadi bersyukur banget jadi diri saya sendiri. Syukur syukur kalau orang ketemu saya bisa tersenyum bahagia, gak malah menghindar karena ogah. Dan hal itu gak tergantung pada fisik kita kan? ;)

So at that time, i realise that being pretty is also a test for us. Actually every condition is a test. Jadi miskin itu cobaan keikhlasan, tapi jadi kaya pun juga cobaan kesyukuran. Jadi jelek itu cobaan kesyukuran, jadi cantik itu cobaan kesabaran. Bisa di balik-balik juga kondisi diatas. Percayalah bahwa Allah menempatkan kita pada posisi terbaik untuk kita. Kita tidak akan bisa mengukur besar kaki kita dengan sepatu orang lain, tidak akan pernah merasa pas dan puas. Karena aku bukan dia, dan dia bukan kamu so, berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Life your own life. Be grateful, and you will found happiness.

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah. Tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik. Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya bagi hambaNya yang sabar dan tak kenal putus asa
-D'massive : jangan menyerah-