Minggu, 08 Februari 2015

Doa Seorang Asiyah

"Ya Tuhanku, bangunkanlah aku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga" pintanya seperti yang Allah abadikan dalam surat At-Tahrim ayat 11
Permintaannya yang sederhana namun sangat dalam maknanya.
Sebuah rumah, tempat Kembali, tempat peraduan setelah lelah tubuh berjuang di penjuru bumi mencari rizki dan ridhoNya.
Rumah tempat kembali memupuk semangat, tempat penuh ketrentraman dan perlindungan. Bahkan sebuah istilah menyebutkan baiti jannati, rumahku surgaku

Namun tidak baginya. Di dalam rumah tak ia temukan ketrentraman, tak ia dapati perlindungan, kebahagiaan dan rasa kasih sayang. Bagaimana tidak, takdir Allah telah menggariskannya menjadi istri manusia paling durjana sepanjang masa. Ya, Fir'aun. Raja Bengis dengan segala arogansinya, yang bahkan mengaku bahwa ialah yang paling berkuasa, ialah Tuhan bagi semesta. Tak pelak, rumah tempat berlindung menjelma menjadi penjara dunia baginya.
Saat yang lain merasakan ketentraman dalam rumahnya, Asiyah, wanita mulia itu tak henti merasakan tekanan dalam jiwanya. Maka patutlah ia meminta dengan segala harap pada Rabbnya "Ya Tuhan, bangunkanlah aku di sisi-Mu sebuah rumah disurga"...
Yang didalamnya akan ia selalu dapati kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman. Kumpulan rasa yang tak pernah ia dapati di rumah dunianya.

Namun sungguh, perjuangannya justru memuliakan dirinya. Hingga Rasul pun menyebutnya 1 dari 4 wanita paling utama. Ia pun mengajarkan kita kaum wanita, bahwa wanita mulia tak melulu berasal dari lingkungan madani nan rabbani. Dalam lingkup kedzaliman dan kekafiran pun dapat ia buktikan bahwa seorang Asiyah sanggup tampil sebagai perhiasan indah nan mempesona menyaingi jelitanya para bidadari surga.

Sungguh Mulia engkau wahai wanita paling utama. Semoga kami dapat bertandang ke rumahmu kelak di surga. Aamiin

Sabtu, 07 Februari 2015

Jadilah seperti Sandal Jepit


Jadilah seperti sandal jepit. Merakyat, mudah didapat,dan tidak eksklusif. Begitupun kita, selayaknya bisa membaur,mudah dicari, dan bermanfaat dimanapun kita berada.
Jadilah seperti sandal jepit. Meskipun murah, tapi jadi alas kaki favorit untuk kemasjid. Begitupun kita, selayaknya jadi sahabat yang bisa mengantar ke tempat-tempat yang baik.
Jadilah seperti sandal jepit. Semahal apapun sepatu, saat hujan orang akan lebih memilih sandal untuk dipakai. begitupun kita, selayaknya mampu jadi solusi saat umat sedang sakit
Jadilah seperti sendal jepit. meskipun sudah putus tapi masih bisa dimanfaatkan. begitupun kita, meskipun kelak akan meninggal, Selayaknya kita mewarisi hal yang bermakna bagi generasi penerus kita.

Iman adalah...

Mata hanya akan bisa melihat benda saat ada cahaya yang mengenai  benda, diteruskan dan kemudian membentuk bayangan benda tersebut ke dalam mata kita.
Jadi, logikanya tanpa cahaya kita tidak akan sanggup melihat apa-apa.

Namun prinsip iman berbeda, karena banyak hal yang kita telah yakini meski tak semua bisa disaksikan, tak semua sudah dibuktikan, dan tak semua telah ditunjukkanNya. Maka benarlah bahwa Iman adalah mata yang melihat mendahului datangnya cahaya :)

Selasa, 03 Februari 2015

Pelajaran dari bapak penjual kue

Ceritanya habis belanja kain di suatu siang yang terik, saya tiba-tiba tergoda dengan jajanan khas masa kecil saya yg dijajakan disebuah emperan toko. Jadilah saya duduk-duduk menyantap cemilan gurih sembari melihat lalu lalang orang dijalan.

Eh, alhamdulillah dapat satu lagi kisah inspiratif. Bapak penjual jajanan ini ternyata kepala keluarga yang luar biasa. Tentunya beliau hanya satu laki-laki hebat diantara sekian banyak yang lainnya.

Beliau berasal dari pandaan, dibela-belain ke pasar sidoarjo untuk jualan. Jauh ya? Iya..banget untuk ukuran seseorang yang menjajakan dagangannya. Apalagi kalau melihat peralatannya yang lumayan memakan volume untuk ditenteng naik angkutan umum. (Belum bahan makanannya lho ya, yg sangat rawan tumpah di jalan, rawan rugi juga kan berarti?)

Namun, dengan mengacuhkan semua kesulitan-kesulitan itu sang bapak tetap istiqomah menjalankan ikhtiarnya menghidupi keluarga kecilnya selama 20 tahun. Saya sedikit terkejut mendengar pengakuannya.

"Wah...berarti lumayan menghasilkan ya pak, kalau bisa tetap setia dengan menjalani usaha kecil ini selama 20 tahun" tanya saya tertarik. Jika melihat jumlah dagangan yang ia hasilkan seharian, rasanya cukup sulit mempercayai bahwa usaha itu sanggup membiayai hidupnya beserta keluarga selama 20 tahun ini.hmmm...mungkin istri di rumah juga menjalani usaha lain, pikir saya.

"Iya, alhamdulillah...saya sih cuma bisa berusaha semampu saya, namun kok ya bisa buat menghidupi keluarga, buat nyekolahin anak saya, sampe sekarang yang sulung sudah kuliah, yang kedua mssih SMK..." Tutur bapaknya dengan nada bersemangat. "Istri saya larang bekerja mbak, biar saya saja yang usaha cari uang, biar dia yang ngurus anak2 dan rumah".

Semakin tertegun saya mendengar pengakuannya "Mashaa Allah...bahkan sampai bisa kuliah, sdh mau lulus pula, padahal nampaknya sangat gak mungkin ya pak?" Tanya saya sedikit keceplosan.

"Iya mbak, kalo dipikir yo kok bisa terjadi, terlalu ndak mungkin kalau dipikir..." Jawabnya begitu apa adanya.

Hhmmm...sekali lagi saya membuktikan, bahwa Allah memang tak pernah membiarkan begitu saja hambaNya yang berusaha keras menjemput rizki-Nya. Jalani saja, usaha saja, dan berbenah selalulah, biar Allah yang ngurus hasilnya. Gak usah terlalu dipikir. Karena karunia-Nya tak selalu membutuhkan logika, karena rahmatNya kan senantiasa tercurah pada umatNya.

Semoga dengan perjuangan kerasnya menjadikan anak-anaknya orang sukses, kehidupan si bapak setelah ini akan menjadi jauuh lebih baik. Aamiin :)

Sangat salut dengan para ayah, para orang tua yang rela mengorbankan dirinya, bekerja keras demi kesejahteraan anak-anaknya. Gak heran banyak para cendikiawan dan orang sukses berasal dari keluarga sederhana, yang orang tuanya rela berjuang sedemikian rupa demi kesuksesan mereka.
Semoga kita bisa menjadi seperti mereka, jadi teladan yang baik, bagi anak-anak kita.

Sangat salut dengan anda bapak! Cause any fool can be a father, but it takes a real man to be a daddy :)

Senin, 02 Februari 2015

Apalah artinya?

Apa arti memiliki,
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?

Apalah arti kehilangan,
Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan,
Dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?

Apalah arti cinta,
Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah?
Bagaimana mungkin, kami tertunduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?

Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan?
Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu?
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.

(Rindu: Tere liye)

Found this beautiful poem on the cover of the novel. Mungkin memang benar bahwa semua perasaan manusia baik gembira, bersedih, marah, benci,rindu dan cinta adalah tak ada artinya, jika semua tidak didasarkan pada mau-Nya.