Minggu, 29 April 2012

Having and Giving

Ketika berjalan-jalan ke area pegunungan, 
perbukitan yang sejuk dan indah pasti akan kita jumpai di beberapa sisinya, sebuah bangunan rumah yang indah dan mewah, biasa kita sebut dengan villa. 
Pemilik Villanya tentulah tidak tinggal atau menetap disana, pemiliknya mungkin seorang pengusaha atau orang-orang sukses yang tinggal di perkotaan. 

Lantas mengapa mereka membeli Villa? 
Bukankah tidak pernah di tempati juga, kecuali hanya sebentar waktu untuk merilekskan diri dari segala penat?. 

Pada kenyataannya yang sering tinggal di Villa adalah seseorang yang tinggal di daerah sekitar villa yang di amanahi untuk merawat Villanya. Jadi yang lebih sering merasakan kebermanfaatan si Villa adalah pengurusnya, bukan pemiliknya. Aneh? 

Belum lagi jika mereka memiliki beberapa Villa di kawasan lain, yang mungkin dalam setahunpun belum tentu selalu di kunjungi satu per satu. Mengapa tidak menyewa hotel atau Villa saja, kalau hanya dibutuhkan pada waktu-waktu khusus? Mengapa harus membeli di sana sini? 

Si pemilik tetap merasa senang, sebab secara tertulis dialah yang memiliki Villa itu. Dia bisa membanggakan pada rekan-rekannya bercerita, bahwa ia punya villa mewah di beberapa tempat. Tak hanya itu, ada para konglomerat yang memiliki belasan mobil di rumahnya. Beberapa mobilnya mungkin hanya dipakai pada acara-acara yang penting saja, tapi biaya perawatan dan pajaknya terus mengalir setiap waktu. Meskipun demikian sang pemilik tetap senang, ia tetap merasa puas karena ia telah memiliki banyak mobil. 

Dimanakah orientasi ini kita tempatkan kawan? Pada kepemilikankah? Atau pada kebermanfaatan? 

Jika kepemilikan jawabannya, mungkin inilah sebabnya banyak manusia yang cinta dunia berlebihan, hingga rakus sekali pada kekayaan duniawi. Tanpa disadari, rasa haus kepemilikan ini membutakan kenyataan bahwa kebermanfaatan yang didapat jauh lebih sedikit dibanding biaya yang harus ditebus dari suatu kepemilikan. 

Dalam hidup ini ada orang-orang yang puas karena memiliki dan menguasai, tetapi ada orang-orang yang mendapatkan kepuasan karena memberi. 

Orang yang orientasinya memiliki, akan menganggap segala hal yang dimilikinya sebagai suatu benda, 
ketika benda tersebut hilang dari genggamannya ia akan merasa kehilangan eksistensinya. 
orang yang mengandalkan mobil, rumah mewah,uang, jabatan dan berbagai hal lain sebagai simbol keberadaannya, maka ia akan berusaha terus menerus agar benda-benda itu tetap dimilikinya, 

sebab ketika semua lepas, keberadaannya pun akan hilang. Semakin banyak yang dimiliki, kehadirannya akan semakin kokoh. Semakin sedikit yang dimiliki, semakin berkurang rasa percaya dirinya. 

Sebaliknya, orang yang orientasinya adalah ‘memberi’. Akan merasa terdorong untuk melakukan suatu aktivitas dengan tujuan yang jelas. 
Orientasi ‘memberi’ menuntut agar manusia membuang sikap mementingkan dirinya. 

Sebuah contoh: 

Seseorang yang memiliki orientasi ‘memiliki’, ketika melihat sekuntum mawar yang harum, akan segera memetiknya dan menyimpannya di kamar agar bisa ia hirup wanginya dan dinikmati keindahannya setiap waktu. 

Sementara orang yang memiliki orientasi ‘memberi’, ia akan menyirami, memupuk dan merawat bunga mwar tersebut agar keindahan dan keharumannya tak hanya dapat ia nikmati saja, tapi juga dapat dinikmati orang-orang yang lewat melintasinya. 

Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain (HR. Bukhari) 

Sebuah renungan buat kita semua, buat saya khususnya. apalagi bagi kaum muda, untuk lebih bijak dalam bertindak. 

Yang merasa senang punya Laptop, udah cukup bermanfaatkah laptopnya?, minimal buat kita dan teman-teman kost kita, 

Yang punya mobil, sudah banyakkah kebermanfaatan mobilnya untuk kemaslahatan sesama? 

Yang punya modem, yang punya motor, dan banyak ‘yang punya...yang punya....’ yang lain. 

Karena semua yang kita miliki bukanlah milik kita sebenarnya (termasuk tubuh dan semua sistem didalamnya yang selama ini kita akui sebagai diri kita) tapi semua ini hanya pinjaman, seperangkat fasilitas yang di pinjamkan Allah, maka mari sama-sama memanfaatkan sebaik-baiknya untuk banyak menghasilkan kebaikan dan pahala, 

hingga ketika tiba saatnya ‘perangkat’ ini diminta kembali oleh Pemiliknya, kita tidak akan gusar atau sedih, karena meski ‘perangkat’nya telah lenyap, kebaikan yang dihasilkan akan kekal 

Wallahu ‘alam 

Inspired from: Cinta Suci Zahrana karya habiburrahman El Shirazy

Tidak ada komentar: