Senin, 21 Desember 2015

dimanakah aku?

Aku khawatir terhadap suatu masa yang roda kehidupannya dapat menggilas keimanan 

keimanan hanya tinggal pemikiran, yang tak berbekas dalam perbuatan

banyak orang baik tapi tak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman...

ada lidah fasih tapi berhati lalai,

ada yang khusyuk tapi sibuk dalam kesendirian...

ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis, 

ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat,

dan ada yang menangis karena kufur nikmat

ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat,  

ada ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi...

ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut...

ada yang berlisan bijak tapi tak memberi teladan
dan ada pelacur yang tampil jadi figur...

ada org yang punya ilmu tapi tak faham
ada yang faham tapi tak menjalankan...

ada yang pintar tapi membodohi
ada yang bodoh tak tahu diri...

ada orang beragama tapi tak berakhlak
ada yang berakhlak tapi tak bertuhan
lalu diantara semua itu dimanakah aku berada...???"

(Ali bin Abi Thalib R.A)

Sabtu, 12 September 2015

Buat apa?


buat apa kehidupan panjang yang baik, jika di penghujung sebelum maut menjemput harus berakhir dengan keburukan? seperti mengumpulkan air segalon raksasa lantas bocor. Kebaikan-kebaikan itu musnah oleh penghujung yang jelek.

Masih lebih baik kehidupan panjang yang buruk tapi di penghujung kehidupan sebelum maut menjemput diakhiri dengan kebaikan. bagaikan musim kemarau yang panjang terkena hujan satu jam. keburukan-keburukan itu berguguran oleh penghujung yang baik'. 

-Tere Liye, dalam novel rembulan tenggelam di wajahmu-

*Penghujung itu nyatanya juga penentu akan baik-buruk hidupmu. Namun setiap kita tidak ada yang tahu dimana Tuhan meletakkan 'ujung hidup' itu. Maka semoga amalan baik menyertai kita selalu, setiap saat setiap waktu, 
Karena sungguh tiap kita takkan pernah tahu kapan maut kan menjemputmu.


Kamis, 10 September 2015

'apakah hidup ini adil?'



Apakah hidup ini adil?
Mengapa Tuhan membiarkan air mata terus mengalir Dalam banyak fase hidup yang tergilir?
Apakah hidup ini adil?
Mengapa malah mereka yang berbuat jahat yang tawanya senantiasa menghiasi hari-harinya?
Apakah hidup ini adil?
Mengapa Tuhan tega merenggut mimpi dan asa pada seorang hamba yg telah berjuang meraihnya?
Apakah hidup ini adil?

Jawabnya : YA,, KEHIDUPAN INI SELALU ADIL

"Kehidupan ini selalu adil, 
Keadilan langit mengambil berbagai bentuk meski semua bentuk tidak kita kenali. Tapi apakah saat Kita tidak mengenalinya kita Berani-beraninya mengatakan Tuhan tidak adil?

Mengapa Tuhan memudahkan jalan bagi orang-orang jahat? Mengapa Tuhan justru mengambil kebahagiaan dari orang-orang baik?
Itulah, bentuk keadilan langit yang tidak akan pernah kita pahami secara sempurna. beribu wajahnya, berjuta bentuknya.
Hanya ada satu cara untuk berkenalan dengannya: SELALU BERPRASANGKA BAIKLAH

Selalulah berharap sedikit. Ya, berharap sedikit, dan memberi banyak. Maka kau akan siap untuk menerima segala bentuk keadilan Tuhan"

-Tere Liye at Rembulan Tenggelam di Wajahmu-

Kamis, 09 Juli 2015

bagaimana meningkatkan keimanan?

Bismillah…

Semoga Allah senantiasa mengaruniakan kepada kita kesabaran dalam menjalankan keimanan, sabar dalam meninggalkan maksiat, dan sabar dalam menerima taqdir Allah baik suka ataupun kita tidak menyukainya

Sabar akan menjadikan kita kuat, dan dengan sabar pula puasa dan qiyamul lail yang kita lakukan bisa diamalkan dengan sebaik-baiknya. kalau keimanan kita kuat kita akan sampai dengan derajad Cinta (mau ya Allah T-T)

dengan keimanan yang kuat, kita akan SANGAT PERHATIAN dengan nikmat-nikmat Allah, kita akan lebih  “SENSITIF” dengan segala karunianya. penambahan keimanan ini harus kita lakukan sepanjang hidup, terutama dibulan ramadhan yang akan datang. In syaa Allah

Bagaimana Interaksi kita dengan Iman? sudahkah memonitoring dan senantiasa memeriksannya…

dari Abu darda’,” diantara kepahaman seseorang itu kalau ia senantiasa memeriksa keimanannya.”

terus bagaimana cara memeriksanya? apakah ada timbangan? :-) kalau keimanan seseorang lagi tinggi. ada fenomena yang biasanya terjadi?

kita akan menjadi lebih sabar, lebih banyak bersyukur, bisa merasakan khalawatul munajah dengan Allah, dan didalam sholat dan dzikirnya bisa merasakan kenikmatnya, ada kecintaan untuk berdoa… yang jelas semua amalnya dibangun atas dasar iman (indahnyaaaa ,masyaAllah T-T)

coba lihat, ketika keimanan sedang berkurang, apa yang terjadi?  biasanya

1. malunya akan berkurang, dia tidak perhatian lagi dengan aurot.

“dan malu itu bagian dari iman, ketika malu memudar maka imannya turun” *Allah T_T

Rosululloh bersabda…” iman itu ada 70 sekian, yang paling tinggi laillaha illa Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan”. dan malu termasuk didalamnya

2. ketika membaca Al Quran, kita sering menemukan “Allahu yukhibbu….(Allah menyukai…), dan juga Allahu la yukhibbu…. (Allah tidak menyukai)..”

mana yang dicintai Allah, yang sudah kita lakukan? dan mana yang tidak dicintai Allah mana yang sudah kita tinggalkan?

ketika belum termotivasi pada apa yang dicintai Allah bisa jadi keimanan kita belum kuat. terus meneruslah kita evaluasi keimanan kita.

Allahu yukhib,… ada 48 tempat didalam alquran(ayuk dicari apa saja)

3. kalau keimanan kita lemah, kita ga peduli lagi lagi Allah suka ataupun tidak suka dengan apa yang kita lakukan

yuk perhatikan keimanan kita setiap saat, tetepi ada2 waktu khusus yang benar benar kita usahakan

1. sebelum masuk musim-musim taat, misalnya bulan-bilan khusu’, menejelang ramadhan seperti ini….

2.  setelah kita sibuk dari dunia (misalnya sehabis renovasi rumah, sehabis kita sibuk mengurus anak-anak yang lagi ujian, walimah dan lain-lainya)

dunia memang berada disekitar kita, kita jaga hati agar dunia tidak masuk… dan cukup digenggaman tangan, dan memang suatu yang wajar kalau kita berinteraksi dengan dunia tapi ada ‘sa’ah-sa’ahnya… (waktu-waktunya), jadilah rahib dimalam hari dan singa disiang hari. mintalah Ihtisab (meminta agar apa yang kita lakukan itu dinilai ibadah sama Allah), mintalah selalu dan selalu… minta agar Allah senantiasa  memperbaharui, memperbaiki, dan adanya penambahan dan penumpuhan keimanan,” Allahumma Jaddid Imanan fi qulubina.., ya Allah perbaharuilah keimanan didalam hati kita”

ayo bertanya pada iman kita masing-masing sekarang, apa kabar keimanan kita?sudahkah selama ini kita minta sama Allah untuk menguatkan keimanan kita T-T

Umar bin khotob, Muadz bin jabal, Abdulloh bin mas’ud adalah sahabat-sahabat mulia yang sering memanggil sahabat yang lain untuk saling menambahkan keimanan

Ibnu mas’ud menyampaikan,” Allahumma zidna Imanan  wa yaqinan…”, didalam setiap majlis (apapun itu)  yang kita duduk didalamnya, yang tidak disebut nama Allah maka kelak kita diakherat akan menyesal sekali, dan ketika ada majlis-majlis kebaikan dan kita malas untuk mendatanginya,merasa tidak nyaman bisa jadi ada masalah dengan keimanan di hati kita :(

terakhir semoga setiap kita keluar dari sebuah majlis, ada penambahan kualitas amal dan iman. Aamiin :)



*dirangkum dari meteri kajian rutin ustadzah jumanah,diterjemahkan oleh ustadzah maya. semoga Allah senantiasa merahmati beliau berdua :D

Repost dari blog saudari yang dirahmati Allah: sketsalbanna.wordpress.com

Jumat, 03 Juli 2015

something that i learn from life

It’s easy to judge. It’s more difficult to understand. 
Understanding requires compassion, patience and a willingness to believe that good hearts sometimes choose poor methods.
Through judging, we separate
Through understanding, we grow
(Via Doe zantamata)

Kenapa begitu mudah menuduh? Disaat kita bahkan tak sampai mengerti seutuhnya tentang sesuatu. 
Mengapa ringan sekali untuk mencela, meskipun kita tak tahu mana yang sebenarnya salah.
Ya...memang tajam sekali tebasan lisan, sayatannya terasa perih di jiwa yang terhujam.
Sayangnya di dunia ini, banyak orang yang menuntut ingin dimengerti namun enggan untuk memahami orang lain. 
Meskipun Tuhan telah menciptakan 2 telinga untuk kita, nyatanya mulut yang hanya satu seringnya lebih mampu mendominasi perilaku. 
Ah, itulah mengapa para alim ulama, begitu hati-hati dalam menyampaikan fatwa. Karena semakin dalam ilmunya, semakin sering akal digunakan untuk menyaring setiap ucapan yang akan dikeluarkan. Bukankah kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya? Hehe.

Dan bukankah tiap kata yang diucap seorang hamba kan kembali lagi padanya untuk menguji sebelum ajal menjemputnya? Maka yang banyak bicara akan banyak pula pertanggung jawabannya. Karena lidah lebih tajam dari pedang. Lantas berapa hati yang tanpa disadari telah tertebas oleh tajamnya kata? Naudzubillah...
Semoga kelapangan maaf selalu terberikan untuk kita.

Senin, 29 Juni 2015

Ini Alasan Khalid, apa alasanmu?


Terkisah bahwa, sahabat Rasulullah yang berjuluk “saifullah al-maslul” (pedang Allah yang selalu terhunus), Khalid bin Al-Walid radhiyallahu ‘anhu dulu, setiap kali mengambil Mushaf Al-Qur’an untuk membacanya, beliau selalu menangis seraya berkata: Kami telah tersibukkan darimu (wahai Al-Qur’an) oleh jihad!

Nah, jika sang panglima jihad islami sepanjang sejarah senantiasa menangis dengan penuh rasa bersalah karena menurutnya beliau kurang banyak membaca Kitabullah, dengan alasan syar’i yang demikian indah, mulia dan agung, yakni kesibukan beliau dalam berjihad fi sabilillah, yang tak lain adalah dalam rangka memperjuangkan dan membela ajaran serta nilai-nilai Al-Qur’an itu sendiri. Ya jika kesibukan jihadlah alasan Sayyidina Khalid sehingga agak jarang tilawah, lalu apakah gerangan alasan logis kita ketika selama ini masih juga sering bersikap kurang akrab dengan Kalamullah? Bahkan mungkin ada yang sampai seolah-olah tengah "berseteru" dengannya, karena begitu langkanya ia "menyapa"-nya?

Dan apakah kita juga menangis karenanya, seperti sahabat Khalid radhiyallahu ‘anhu dulu menangis?

Mari bertobat dan beristighfar..! Mari menangis dengan penuh rasa bersalah dan berdosa kepada Allah, karena selama ini telah lebih sering jauh dengan Kitab-Nya, Al-Qur’an Al-Karim! Dan jika ternyata sulit untuk bisa menangis karena itu, maka sudah sepantasnyalah kita menangisi kerasnya hati yang telah demikian membatu karena tidak atau jarang tersirami oleh hujan barakah Al-Qur’an!

Mari selalu “menyapa” Al-Qur’an, mengakrabinya seakrab-akrabnya, dan mengharmoniskan hubungan kita dengannya, seharmonis-harmonisnya! Sehingga, dengan demikian, barakah Allah-pun insyaallah akan senantiasa “menyapa” kita, mengakrabi kehidupan kita, dan mengharmoniskan setiap langkah hidup kita dengan hidayah, inayah dan taufiq Allah ‘Azza wa Jalla!

Aamiin!

Salam spesial Ramadhan dari hamba pendosa, pengharap doa hamba-hamba bertaqwa 
(H. Ahmad Mudzoffar Jufri).

Jumat, 26 Juni 2015

Taujih Ramadhan


Setiap perintah Allah selalu memiliki tujuan/hikmah. Begitu juga dengan perintah berpuasa. hikmah atau tujuan ibadah puasa adalah menjadikan diri kita insan yang bertaqwa pada Allah swt. Lantas seperti apakah ciri orang yang bertaqwa itu? 
Orang yang bertaqwa adalah meraka yang :
1. Memiliki jiwa dermawan. Karena komitmen dari seoang yg bertaqwa mengenai harta/materi adalah 'bukan merupakan sebuah tujuan'. Mereka tak pernah menjadikan materi sebagai obsesi. Sehingga, saat ia dalam kondisi lapang maupun sempit, ia akan senantiasa 'ringan berinfaq'.

2. Mampu menstabilkan emosi, sehingga berpikirnya jernih. Obyektifitas penilaian maupun keputusan dari manusia yang mudah dikuasai emosi jiwanya selalu patut dipertanyakan. Karena tingkat ketergantungan dan relatifitas dari penilaiannya selalu mengacu pada kondisi jiwanya. Maka, orang yang bertaqwa adalah yang jiwanya mudah memaafkan. Sehingga ia tak pernah terbebani dengki atau iri hati.
 Puasa yang merupakan perisai diri, adalah ibadah yang mendidik kita untuk mengekang nafsu, sehingga hati, jiwa dan pikiran mampu berdiri tegak tanpa tergantung atau dipermainkan olehnya. Seseorang yang telah melalui puasa harusnya mampu meningkatkan kualitas dirinya untuk menyempurnakan ketaqwaannya. Lantas bagaimana dengan kita? Telah berapa ramadhan kita lalui? Dan nampakkah hasilnya?
Apabila puasa yang dilakukan tak menghasilkan ciri-ciri orang bertaqwa, maka mungkin puasa yang kita lakukan masih bersifat struktural, belum fungsional. Karena belum merealisasikan hasil setelah ramadhan usai.

Adapun saat kita mampu menjalankan puasa dengan sebaik-baiknya, maka manfaat yang diterima seorang hamba antara lain:
1. Senantiasa diberkahi hidupnya oleh Allah. Diberikan kebaikan dan petunjuk
2. Mampu membedakan kebaikan dan keburukan. Karena hatinya senantiasa disinari oleh cahaya petunjuk Allah

Wallahu 'alam bisshowab

@masjid An-Nur sidoarjo

Kamis, 11 Juni 2015

Dalam perjalanan

Ada kabut putih disepanjang mata memandang.
Suasana senyap, aku benci pekat!
Sesekali langkahku terhenti, menoleh kembali ke belakang. 
"Alangkah baiknya jika aku kembali saja. Ke pondok kecilku yg nyaman", selintas pikirku kemudian.
Ah..,,Tidak bisa! Kini tak ada pilihan selain terus melangkah.
Tapi bagaimana jika nanti ku binasa? Tak ada jaminan ku kan selamat hingga ujungnya.
Bukankah sama saja? Tetap disini pun bukan suatu solusi, karna perlahan jiwaku bisa mati.
Ku mohon sadarlah wahai diri! Jejak kaki yang perlahan pudar bak erosi bukan untuk disesali.
Adalah suatu ketetapan matahari berevolusi memisahkan hari demi hari,
Pun suatu keniscayaan kegelapan yang hadir meneduhkan teriknya terang, selayaknya terang yang hadir tepiskan suramnya malam.
Mengapa harus bertanya mengapa, jika semua terukur cermat dalam neracaNya?
Mengapa pula harus keluhkan "andai saja", jika yang terbaik sudah tertulis dalam ketetapanNya?
Wahai hati teguhlah,
Wahai kaki teruslah melangkah,
Wahai diri tersenyumlah,
Kuatlah, yakinlah, berusahalah tanpa kenal lelah, bosan, dan menyerah.
Setebal apapun kabut ini, ia kan sirna jua
Sepekat apapun ia, suatu saat kan datang cahaya,
Yakinlah, sepanjang kakimu terus melangkah, sepanjang dirimu terus berupaya,
Suatu saat kan kau dapat jawabnya.
Tak perlu kau kabarkan pada siapa, tak perlu kau rincikan bagaimana,
Cukup kau yakini, "Ia Maha Tahu segalanya"


'Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir' (Qs.Yusuf:87)

Rabu, 29 April 2015

bekerja untuk mencari rizki?

Rizqi kita sudah dijamin dan ditetapkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Maka bekerja kita adalah ibadah, ikhtiyarkan ia tuk menadah pahala dari Allah semata, tak perlu diniati mencari rizqi.

Sebab rizqi ialah ketetapan, menjemputnya jadi jalan ujian. Halal atau haram; pertanyaan ganda menanti jawaban; dari mana dan ke mana dibelanjakan.

Tapi justru karena rizqi dijaminkan, hendaknya pekerjaan kita 'itqan dan ihsan; diperjuangkan sesuai tuntutan tugas, ditekuni hingga ahli, ditunaikan melampaui harapan.

Sesudah itu, jangan risaukan penghasilan.

Sebab kalau pekerjaan kita layak dibayar 1 milyar, tapi yang kita bawa pulang cuma 10 Juta; berarti kita sedang menabung 990 juta kebaikan di sisiNya.

Tapi kalau pekerjaan kita hanya layak dibayar 500 Ribu, tapi beraninya kita menggondhol pulang 10 Juta; ini berarti kita menabung bahaya senilai 9,5 Juta.

Maka mari tambahkan 1 kata untuk pekerjaan sesudah 'itqan dan ihsan; ialah ikhlash.

Pekerjaan yang ikhlas liLlaahi ta'aalaa bernilai tak terhingga. Jadi sesedikit atau sebanyak apapun jumlah pendapatan yang dibawa pulang; maka tak terhingga dikurangi ia berapapun jua, alhamduliLlah, di sisi Allah semoga tetaplah ada pahala tak terhingga.

Maka, kita mensyukurinya, sepenuh tahmid; agar nikmat dunia akhirat bertambah berlipat-lipat.

Repost from @salimafillah 
Bismillah! ^^ penyemangat life work


Senin, 09 Maret 2015

Tentang Penilaian Orang Lain

Bagaimanakah orang lain menilai dirimu? 
Apakah kau cemas jika orang lain mengetahui siapa kau sebenarnya?
Maka ketahuilah, nak. Saat kita tertawa, hanya kita yang tahu persis apakah itu tawa bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan.Orang lain hanya melihat luar. Maka tidaklah relevan penilaian orang lain. 

Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapapun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena ssebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.

Kita tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu.

Besok atau lusa, mungkin akan ada orang lain yang tahu kejelekan kita. Tapi buat apa dicemaskan? Saudaramu sesama muslim, jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu. Karena Allah menjanjikan barang siapa yang menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji yang hebat sekali. Kalaupun ada saudara kita yang masih membahas kejelekan kita, mengungkitnya, kita tidak perlu berkecil hati. Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal. Doakan saja semoga besok lusa dia paham.

Disadur dari Novel 'Rindu' karya Tere Liye


Minggu, 08 Februari 2015

Doa Seorang Asiyah

"Ya Tuhanku, bangunkanlah aku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga" pintanya seperti yang Allah abadikan dalam surat At-Tahrim ayat 11
Permintaannya yang sederhana namun sangat dalam maknanya.
Sebuah rumah, tempat Kembali, tempat peraduan setelah lelah tubuh berjuang di penjuru bumi mencari rizki dan ridhoNya.
Rumah tempat kembali memupuk semangat, tempat penuh ketrentraman dan perlindungan. Bahkan sebuah istilah menyebutkan baiti jannati, rumahku surgaku

Namun tidak baginya. Di dalam rumah tak ia temukan ketrentraman, tak ia dapati perlindungan, kebahagiaan dan rasa kasih sayang. Bagaimana tidak, takdir Allah telah menggariskannya menjadi istri manusia paling durjana sepanjang masa. Ya, Fir'aun. Raja Bengis dengan segala arogansinya, yang bahkan mengaku bahwa ialah yang paling berkuasa, ialah Tuhan bagi semesta. Tak pelak, rumah tempat berlindung menjelma menjadi penjara dunia baginya.
Saat yang lain merasakan ketentraman dalam rumahnya, Asiyah, wanita mulia itu tak henti merasakan tekanan dalam jiwanya. Maka patutlah ia meminta dengan segala harap pada Rabbnya "Ya Tuhan, bangunkanlah aku di sisi-Mu sebuah rumah disurga"...
Yang didalamnya akan ia selalu dapati kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman. Kumpulan rasa yang tak pernah ia dapati di rumah dunianya.

Namun sungguh, perjuangannya justru memuliakan dirinya. Hingga Rasul pun menyebutnya 1 dari 4 wanita paling utama. Ia pun mengajarkan kita kaum wanita, bahwa wanita mulia tak melulu berasal dari lingkungan madani nan rabbani. Dalam lingkup kedzaliman dan kekafiran pun dapat ia buktikan bahwa seorang Asiyah sanggup tampil sebagai perhiasan indah nan mempesona menyaingi jelitanya para bidadari surga.

Sungguh Mulia engkau wahai wanita paling utama. Semoga kami dapat bertandang ke rumahmu kelak di surga. Aamiin

Sabtu, 07 Februari 2015

Jadilah seperti Sandal Jepit


Jadilah seperti sandal jepit. Merakyat, mudah didapat,dan tidak eksklusif. Begitupun kita, selayaknya bisa membaur,mudah dicari, dan bermanfaat dimanapun kita berada.
Jadilah seperti sandal jepit. Meskipun murah, tapi jadi alas kaki favorit untuk kemasjid. Begitupun kita, selayaknya jadi sahabat yang bisa mengantar ke tempat-tempat yang baik.
Jadilah seperti sandal jepit. Semahal apapun sepatu, saat hujan orang akan lebih memilih sandal untuk dipakai. begitupun kita, selayaknya mampu jadi solusi saat umat sedang sakit
Jadilah seperti sendal jepit. meskipun sudah putus tapi masih bisa dimanfaatkan. begitupun kita, meskipun kelak akan meninggal, Selayaknya kita mewarisi hal yang bermakna bagi generasi penerus kita.

Iman adalah...

Mata hanya akan bisa melihat benda saat ada cahaya yang mengenai  benda, diteruskan dan kemudian membentuk bayangan benda tersebut ke dalam mata kita.
Jadi, logikanya tanpa cahaya kita tidak akan sanggup melihat apa-apa.

Namun prinsip iman berbeda, karena banyak hal yang kita telah yakini meski tak semua bisa disaksikan, tak semua sudah dibuktikan, dan tak semua telah ditunjukkanNya. Maka benarlah bahwa Iman adalah mata yang melihat mendahului datangnya cahaya :)

Selasa, 03 Februari 2015

Pelajaran dari bapak penjual kue

Ceritanya habis belanja kain di suatu siang yang terik, saya tiba-tiba tergoda dengan jajanan khas masa kecil saya yg dijajakan disebuah emperan toko. Jadilah saya duduk-duduk menyantap cemilan gurih sembari melihat lalu lalang orang dijalan.

Eh, alhamdulillah dapat satu lagi kisah inspiratif. Bapak penjual jajanan ini ternyata kepala keluarga yang luar biasa. Tentunya beliau hanya satu laki-laki hebat diantara sekian banyak yang lainnya.

Beliau berasal dari pandaan, dibela-belain ke pasar sidoarjo untuk jualan. Jauh ya? Iya..banget untuk ukuran seseorang yang menjajakan dagangannya. Apalagi kalau melihat peralatannya yang lumayan memakan volume untuk ditenteng naik angkutan umum. (Belum bahan makanannya lho ya, yg sangat rawan tumpah di jalan, rawan rugi juga kan berarti?)

Namun, dengan mengacuhkan semua kesulitan-kesulitan itu sang bapak tetap istiqomah menjalankan ikhtiarnya menghidupi keluarga kecilnya selama 20 tahun. Saya sedikit terkejut mendengar pengakuannya.

"Wah...berarti lumayan menghasilkan ya pak, kalau bisa tetap setia dengan menjalani usaha kecil ini selama 20 tahun" tanya saya tertarik. Jika melihat jumlah dagangan yang ia hasilkan seharian, rasanya cukup sulit mempercayai bahwa usaha itu sanggup membiayai hidupnya beserta keluarga selama 20 tahun ini.hmmm...mungkin istri di rumah juga menjalani usaha lain, pikir saya.

"Iya, alhamdulillah...saya sih cuma bisa berusaha semampu saya, namun kok ya bisa buat menghidupi keluarga, buat nyekolahin anak saya, sampe sekarang yang sulung sudah kuliah, yang kedua mssih SMK..." Tutur bapaknya dengan nada bersemangat. "Istri saya larang bekerja mbak, biar saya saja yang usaha cari uang, biar dia yang ngurus anak2 dan rumah".

Semakin tertegun saya mendengar pengakuannya "Mashaa Allah...bahkan sampai bisa kuliah, sdh mau lulus pula, padahal nampaknya sangat gak mungkin ya pak?" Tanya saya sedikit keceplosan.

"Iya mbak, kalo dipikir yo kok bisa terjadi, terlalu ndak mungkin kalau dipikir..." Jawabnya begitu apa adanya.

Hhmmm...sekali lagi saya membuktikan, bahwa Allah memang tak pernah membiarkan begitu saja hambaNya yang berusaha keras menjemput rizki-Nya. Jalani saja, usaha saja, dan berbenah selalulah, biar Allah yang ngurus hasilnya. Gak usah terlalu dipikir. Karena karunia-Nya tak selalu membutuhkan logika, karena rahmatNya kan senantiasa tercurah pada umatNya.

Semoga dengan perjuangan kerasnya menjadikan anak-anaknya orang sukses, kehidupan si bapak setelah ini akan menjadi jauuh lebih baik. Aamiin :)

Sangat salut dengan para ayah, para orang tua yang rela mengorbankan dirinya, bekerja keras demi kesejahteraan anak-anaknya. Gak heran banyak para cendikiawan dan orang sukses berasal dari keluarga sederhana, yang orang tuanya rela berjuang sedemikian rupa demi kesuksesan mereka.
Semoga kita bisa menjadi seperti mereka, jadi teladan yang baik, bagi anak-anak kita.

Sangat salut dengan anda bapak! Cause any fool can be a father, but it takes a real man to be a daddy :)

Senin, 02 Februari 2015

Apalah artinya?

Apa arti memiliki,
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?

Apalah arti kehilangan,
Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan,
Dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?

Apalah arti cinta,
Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah?
Bagaimana mungkin, kami tertunduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?

Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan?
Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu?
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.

(Rindu: Tere liye)

Found this beautiful poem on the cover of the novel. Mungkin memang benar bahwa semua perasaan manusia baik gembira, bersedih, marah, benci,rindu dan cinta adalah tak ada artinya, jika semua tidak didasarkan pada mau-Nya.

Minggu, 25 Januari 2015

'Mush'ab yang baik', the real handsome guy

Duta Pertama Islam: Mush’ab bin Umair

Di antara sahabat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang memiliki semangat dan kepiawaian dalam menjalankan tugas da’wah ialah Mush’ab bin Umair. Ia terhitung salah seorang as-Sabiqun al-Awwaluun (pionir pemeluk Islam). Sahabat yang satu ini sudah memperlihatkan kehanifan dan kecintaannya kepada iman sejak awal kali ia mendengar soal Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam yang mengaku sebagai Nabi terakhir utusan Allah.  Coba perhatikan bagaimana Khalid Muhammad Khalid menggambarkan soal keislamannya di dalam buku Karakteristik Perihidup Enampuluh Shahabat Rasulullah:

Baru saja Mush’ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush’ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang tepat menemui sasaran pada kalbunya.

Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam. Pemuda yang telah Islam dan Iman itu nampak telah memiliki ilmu dan hikmah yang luas – berlipat ganda dari ukuran usianya – dan mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah jalan sejarah.

Memang, Mush’ab bin Umair bukan sembarang lelaki. Ketika di masa jahiliyyah, ia dikenal sebagai pemuda dambaan kaum wanita. Ia adalah seorang pemuda ganteng yang dikenal sangat perlente. Bila ia menghadiri sebuah perkumpulan ia segera menjadi magnet pemikat semua orang terutama kaum wanita. Gemerlap pakaiannya  dan keluwesannya bergaul sungguh mempesona. Wajahnya rupawan, kaya raya, otak yang cerdas, akhlak yang baik. Namun sesudah memeluk Islam, ia berubah samasekali. Beginilah gambaran penulis buku yang sama:

Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Demi memandang Mush’ab, mereka sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush’ab memakai jubah usang yang bertambal–tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka – pakaiannya sebelum masuk Islam – tak obahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia seraya bersabda :

Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Mush'ab adalah putra kesayangan ibunya, begitu pun ia, sangat besar baktinya pada sang ibu. Namun, keputusan Mush'ab untuk memeluk islam telah membuat sebuah perselisihan sengit diantara mereka.
"Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi" teriak sang ibu.

Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata : "Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".

Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut : "Demi bintang! sekali-kali aku takkan masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi". Bahkan ibunya mengancam, "Aku akan mogok makan sampai mati jika kamu tak mau kembali ke agama nenek moyang."

Bergetarkah Mush'ab?
Ternyata tidak. Karena menyangkut aqidah, iapun bersumpah, "Wahai ibu, walau ibu bernyawa seribu. Dan satu persatu nyawa ibu tercabut di hadapanku, aku tetap takkan murtad dari Islam."

Demikian Mush'ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar.

Demikianlah, Mush’ab menjadi seorang yang meninggalkan kebanggan palsu dunia dan menggantikannya dengan kemuliaan hakiki akhirat. Tidak mengherankan bila akhirnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menunjuknya untuk menjadi duta pertama Islam berda’wah di Madinah. Beginilah gambarannya:

Suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang – orang Anshar yang telah beriman dan baiat kepada Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam di bukti Aqabah. Disamping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasul sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”.  Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tempatan atau kota hijrah, pusat dari dai dan dakwah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan pembela al-Islam.

Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya berupa fikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.

Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiga-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush’ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush’ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Allah Yang Maha Esa yang belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan salah satu diantaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan. Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam fikiran suku Abdul Asyhal. Tetapi Tuhannya Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam – yang diserukan beribadah kepada-Nya – oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak seorangpun yang dapat melihat-Nya.

Demi dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk bersama Mush’ab, mereka pun merasa kecut dan takut. Tetapi “Mush’ab yang baik” tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.

Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush’ab dan Sa’ad bin Zararah, bentaknya: “Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!”

Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam, laksana terang dan damainya cahaya fajar, terpancarlah ketulusan hati ”Mush’ab yang baik”, dan bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya “Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!”

Sebenarnya Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh Mush’ab untuk berbicara dan meminta pertimbangan kepada hati nurani sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengarkan dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush’ab, dan jika tidak, maka Mush’ab berjanji akan meninggalkan kampung dan masyrakat mereka untuk mencari tempat dan masyarakat lain, dengan tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain.

“Sekarang saya insaf”, ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan. Demi Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Quran dan mengajarkan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam, maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya. Dan belum lagi Mush’ab selesai dari uraiannya. Usaidpun berseru kepadanya dan kepada sahabatnya, ”Alangkah indah dan benarnya ucapan itu! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk Agama ini?” Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush’ab, ”Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah”

Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil memeras air dari rambutnya, lalu ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.

Secepatnya berita itu pun tersiar. Keislaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa’ad bin Mu’adz. dan setelah mendengarkan uraian Mush’ab, Sa’ad merasa puas dan masuk Islam pula.

Langkah ini disusul pula oleh Sa’ad bin Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya bertanya sesama mereka, “Jika Usaid bin Hudlair, Saad bin ‘Ubadah dan Sa’ad bin Mu’adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu. Ayolah kita pergi kepada Mush’ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya!”

Dalam perang Uhud Mush’ab dipercaya Rasulullah sebagai pembawa bendera pasukan. Peperangan berlangsung sengit. Mulanya pasukan Muslim bisa menguasai keadaan namun ketika pasukan pemanah yang ditugasi untuk bertahan diatas bukit melanggar perintah dikarenakan tergiur oleh banyaknya ghonimah ( pampasan perang ) yang tertinggal di hadapan mereka, keadaan menjadi berubah terbalik. Tanpa diduga pasukan kafir yang dipimpin Khalid bin Walid yang waktu itu belum memeluk Islam menyerang-balik dari balik bukit sehingga pasukan Muslim kocar-kacir. Mush’ab sungguh terkejut. Ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah. Bila Rasulullah sampai terbunuh di perang tersebut bagaimana nasib kelanjutan ajaran Islam yang baru saja tumbuh itu ??

Lalu iapun segera meneriakkan “ Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul ” sambil mengacungkan bendera tinggi-tinggi dan bertakbir sembari menyerang musuh dengan gagah berani. Namun kemudian pihak musuh berhasil menebas tangannya hingga putus. Mush’ab segera memindahkan bendera ke tangan kirinya namun kali inipun ia tidak berhasil menghindar serangan lawan sehingga tangan kirinya juga ditebas pedang musuh. Mush’ab segera membungkuk kearah bendera lalu dengan kedua pangkal lengannya meraihnya ke dada sambil terus bertakbir. Namun kali ini lawan menyerangnya dengan menusukkan tombak ke dada Mush’ab. Mush’abpun gugur sebagai seorang syuhada yang gagah berani. Ironisnya, wajah Mush’ab yang memang mirip Rasulullah itu justru menjadi penyebab berita bahwa Rasulullah telah terbunuh! Hingga membuat pasukan Muslim semakin kacau dan panik.

Diakhir perang, Rasulullah beserta para sahabat meninjau medan perang dan mendapati jasad Mush’ab. Tak sehelaipun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah yang andai ditaruh di atas kepalanya terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya bila ditutup kakinya maka terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah bersabda : ” Tutupkanlah ke bagian kepalanya , kakinya tutuplah dengan rumput idzkir!”.

Itulah akhir perjuangan Mush’ab bin Umair dalam menegakkan agama yang dengan tidak gentar menghadapi musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang yang enggan mengakui bahwa “Tiada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah”( Laa ilaaha illaLLAH wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah).

“ Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.(QS. Ali Imran(3):32).

Saudaraku, sungguh kehidupan Mush’ab bin Umair sangat sesuai dengan kehidupan teladannya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam digambarkan di dalam Al-Qur’an sebagai seseorang yang berambisi ”menginginkan keimanan dan keselamatan” atas manusia. Sehingga kesibukan utamanya adalah senantiasa mengajak manusia untuk mendekat, beriman dan taat kepada Allah.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ

 حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” (QS At-Taubah ayat 128)

Sabtu, 17 Januari 2015

Sunday Morning Notes

"Dan sebahagian dari tanda-tanda ( kekuasaannya ) bahawa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkan tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. Fusshilat:39)

Hari ini tanaman kering di depan rumah tumbuh tunas baru. Mungkin karena kena guyuran hujan semalam. Waah.. Maha Besar Allah dengan segala kuasaNya, yang mampu menghidupkan setelah mematikan. Maka apakah kita masih menganggap kebangkitan manusia di padang Mahsyar kelak suatu kemustahilan? Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Yang Maha Menjadikan, yang menyempurnakan tiap ciptaan, yang menetapkan segala urusan di jagat raya yang luas ini, dan benarlah bahwa tak ada yang sebanding denganNya, yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna =)

Minggu, 04 Januari 2015

Karena Menjadi Cantik juga Ujian

Sebelum banyak protes berdatangan, saya pertegas dulu bahwa judul diatas bukan menunjukkan bahwa saya sedang curhat alias ngomongin diri sendiri. Ok?
Iyee...tau gw kagak cantik, gak usah dibahas makanya! (-___-#) Hhhh...!!
Hihihihi...*lol

Pasti pernah dong dalam hidup ini kita berandai-andai. Andai aku kaya pasti bisa hidup enak, andai aku pinter pasti gampang jadi orang sukses, andai aku cantik pasti banyak yang jatuh cinta sama aku, andai...andai...dan andai. Manusia sering berandai-andai, menginginkan hal lebih dari kondisinya. Dalam benak kita, kita percaya bahwa jika kondisi-kondisi yang kita andaikan itu terjadi, pastilah hidup kita akan lebih baik, lebih bahagia meskipun sebenarnya banyak pula ternyata yang kaya tak se-enak itu hidupnya, yang pinter tak semudah itu jadi suksesnya, yang cantik pun tak selalu dicinta.

*widiiih....jaman gini, siapa sih yang gak suka cewek cantik? Ya iya sih... Siapa juga yang gak suka yang cantik-cantik atau yang ganteng-ganteng??
Tuh kaan! Ujung-ujungnya tetep appearance is important.

Heh..okelah, untuk kasus yang terakhir ini saya punya sebuah cerita yang menginspirasi saya. Semoga juga teman-teman semua. Sso, begini ceritanya.....

Pertama kali bertemu dengannya, tak perlu waktu lama bagi saya untuk menyadari bahwa dia (bukan diah, i know it guys...hiks) akan menjadi gadis populer. Kulit putih dipadu dengan rambut hitam lurusnya yang indah nampak begitu mempesona dengan garis muka tegas nan imutnya. Membuatnya nampak seperti boneka.

Dia menyapa ramah saya yang masih termangu mengagumi paras ayunya. 'Duh, orang cantik kalau senyum manis gini bikin klepek-klepek', batin saya. Tak lama setelah itu akhirnya kami menjadi sahabat dekat. Saya nyaman bersamanya bukan hanya karena cantiknya, namun dia ternyata juga seorang yang baik hati, periang, daaaan pintar!! 'OMG...perfect banget nih anak ya', gumam saya lagi.

Iri? Hehe...jelas! Siapa sih yang gak mau sepinter dia? Siapa juga yang gak pingin jadi sosok yang wonderful but low profile kayak dia? Dan tentu...siapa sih yang gak pingin cantik kayak dia?manusiawi lah...manusiawi. Asal tidak menimbulkan dengki ya kan? Hehe.
Tanpa sadar dulu saya sering berandai-andai jadi dirinya. Sehingga saya sering merasa gak puas dengan diri sendiri *astagfirullah....udah enggak kok ya Allah...i love myself so much sekarang pokoknya,sampe narsis jadinya. #lah? Sama buruknya (-__-")

Jadi pernah dulu, saat masih alay, saya dan beberapa rekan partner in crime sempat ngefans dengan seorang kakak kelas. Kalau ketemu sama nih kakak kelas udah semacem ketemu artis ibu kota aja, histeris dalam diam, curi-curi pandang, pas doinya udah lewas kami hebring-hebring gak jelas (untung gak pake acara minta tanda tangan #tepokJidat).
Meanwhile si kakak kelas hanya berlalu begitu saja without noticing our existences. Ya begitulah..para hidden fans, terlalu jaim mengaku ngefans, meski sejujurnya ngefans  (alay kan? Emang. Kedewasaan kadang berawal dr sebuah ke-alay-an dimasa lalu yang tersalurkan dengan baik, ngeles...buat nutupin kenyataan) hehehe, lanjuut!

Lalu, suatu ketika saya menjumpai si cantik teman saya sedang mengobrol dengan si kakak kelas idola kami itu. Dan...mereka nampak cukup akrab. Hmmm....jealous? Nggak lah! Apaan banget. Saya kan bukan fans fanatic! Hanya...kepo jadinya dengan mereka.hehe ada apakah sesungguhnya diantara mereka? Emejing beud teman saya bisa akrab sama tuh mas-mas (biasa aja sih sebenernya). Usut punya usut hingga benangnya kusut, ternyata my pretty friend kenal sama si mas-mas itu lewat facebook karena si masnya nge-add duluan. Karena suatu urusan. Woow...pada saat itulah saya menyadari sodara-sodara perbedaan dunia kami, para cewek hidden fans dengan tipikal pretty girls macam teman saya. ahaha... Wajah cantik bisa membuat kita meloncati fase "hidden fans" langsung menuju "target searcher". Bukan ngefans diam-diam, tapi diam-diam banyak yang ngefans alias naksir.
Dan yang baru saya sadari juga, my pretty friend pun dikenal pula oleh popular guys yang lain.hm..hm...hm..

Girls, you guys must be envy, rights? Ngaku deh..kalau ada di posisi saya. Apalagi kalau kalian alaynya kayak saya. Hah! Jangan memungkiri...hehe.tapi tenang, saya gak sedang mengajak kalian untuk bersama meratapi nasib. Karena seperti yang saya sampaikan diawal, gak semua akan jadi lebih baik jika semua kemauan kita terwujud.

Ternyata benar guys, Allah menempatkan segala sesuatu sesuai dengan posisi dan kadar yang paling tepat. Bisa jadi kita diberi kemampuan otak yang 'pas-pasan' karena jika kita memiliki otak encer kita akan menjadi pemalas yang suka seenaknya atau bahkan jadi pribadi yang so to-the ngong alias songong. Mungkin dengan otak pas-pasan itu Allah ingin menumbuhkan jiwa yang kuat dan sikap pekerja keras dalam diri kita. Dengan terbiasa belajar lebih tekun dan lama dibandingkan teman-teman yang pintar, Allah ingin melatih mental dan tekat kita agar terbiasa menghadapi tantangan. Pun dengan kekayaan, mungkin jika saat itu kita tidak diberi harta yang berlimpah itu karena kita belum siap untuk menjadi pribadi yang bijak dalam menggunakannya, belum cukup dermawan untuk bisa memaknai tiap jerih payah hingga bisa menyadari betapa wajibnya membagi rizki yang dipunya dengan mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Sehingga harta itu diamanahkan pada mereka yang lebih bijak dan dermawan (meskipun gak semua, tapi tetep positif thinking ya?^^)

Begitu juga masalah kecantikan ini. Seandainya saya yang punya kecantikan dan kepintaran itu, akankah saya bisa bersikap se-humble dan se-low profile dia? Hmm..bisa jadi kecantikan itu malah lebih banyak mendatangkan keburukan daripada kebaikan bagi saya. Ya kan? Kalau saya malah jadi cewek sombong dan belagu, gimana dong? Hhh....astagfirullah...maafin baim,eh diah ya Allah..

Dan emang bener, Allah memberikan segala sesuatu sesuai takarannya. Back to the story ya. Suatu ketika, saat kami lagi curhat-curhatan, saya menyadari bahwa menjadi cantik juga suatu ujian. Ia bercerita, begitu banyak cowok yang mendekatinya, namun akhirnya sulit mencari yang memiliki niatan tulus dan lurus padanya. Kebanyakan dari mereka hanya memiliki ketertarikan karena wajah cantiknya. Disaat sudah percaya pada ucapan salah satu diantaranya, ternyata terkuak bahwa itu tipuan belaka. (Pengen nampar rasanya ama cowok2 model gini! Huhhh!!) Sakitnya tuh disini...didalam hatiku *malah nyanyi (-___-  ")
Belum lagi kebencian nyata yang ditunjukkan oleh para gadis yang merasa my pretty friend udah merebut dan menggoda pacar atau gebetannya. Hhhh...capedeh...macem sinetron indonesia aje daah... Eh, tapi ini beneran lho. Saya jadi kasian dengan teman saya. Yang kadang kena fitnah. Yang awalnya cuma karena saling menyapa dan bertukar senyum dengan seorang cowok, ceritanya bisa berkembang jadi main mata atau kegenitan dengan cowok itu. *ngelus dada.

Again, this question comes to me "kalau saya jadi dia, bisa gak saya sekuat dan sesabar itu menghadapi itu semua?"
Saya yang cuek dan menyukai kedamaian ini, jika diharuskan menghadapi situasi yang penuh kerumitan dan perasaan itu. Hhh....mungkin saya bakalan ngurung diri terus dikamar meratapi nasib. Hehe. Saya jadi bersyukur banget jadi diri saya sendiri. Syukur syukur kalau orang ketemu saya bisa tersenyum bahagia, gak malah menghindar karena ogah. Dan hal itu gak tergantung pada fisik kita kan? ;)

So at that time, i realise that being pretty is also a test for us. Actually every condition is a test. Jadi miskin itu cobaan keikhlasan, tapi jadi kaya pun juga cobaan kesyukuran. Jadi jelek itu cobaan kesyukuran, jadi cantik itu cobaan kesabaran. Bisa di balik-balik juga kondisi diatas. Percayalah bahwa Allah menempatkan kita pada posisi terbaik untuk kita. Kita tidak akan bisa mengukur besar kaki kita dengan sepatu orang lain, tidak akan pernah merasa pas dan puas. Karena aku bukan dia, dan dia bukan kamu so, berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Life your own life. Be grateful, and you will found happiness.

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah. Tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik. Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya bagi hambaNya yang sabar dan tak kenal putus asa
-D'massive : jangan menyerah-